Perkenalkan namaku Hardian, umurku saat ini 29 tahun. Setelah lulus
dari kuliahku aku langsung bekerja disebuah rumah sakit swata terkenal
karena saat kuliah aku mengambil jurusan kedokteran. Aku bekerja sudah
lebih dari 2 tahun jadi sekarang aku sudah boleh membuka praktek dirumah
sendiri. Dirumah sakit tempat aku bekerja, aku juga termasuk dokter
yang pintar dan cerdas diantara dokter-dokter yang lainnya, karena
pemilik rumah sakit juga memberikan penilaian tersendiri kepada
dokter-dokter yang bekerja disitu. Di rumah sakit aku juga terkenal
dengan banyak sahabat karena aku yang mudah bergaul dan mau berkumpul
dari segala kalangan.
Sejak aku membuka praktek dirumahku sendiri, penghasilanku semakin
banyak, jadi kehidupan ekonomiku sekarang berkembang dengan pesat.
Banyak yang rela antri untuk berobat denganku. aku sendiri juga selalu
menerima panggilan untuk datang kerumah pasien yang tidak bisa datang
ketempat praktekku disebabkan karena faktor ekonomi dan prasarana.
Sehingga pasien bisa sangat akrab denganku dan sangat baik padaku.
Kadang aku juga dibawakan ala makanan apa saja dari pasienku. Sampai
akhirnya aku ditugaskan oleh rumah sakit untuk berdinas di desa selama
beberapa minggu.
Aku yang gak mau mendapat komentar jelek dari pemilik perusahaan pun
menjalankan tugas tersebut dan aku sementara menutup tempat praktekku
yang ada dirumah karena jarak antara desa dan rumahku sangat jauh
sekali, gak mungkin jka untuk bolak-balik dalam sehari. Akhirnya aku
berangkat kedesa yang sudah ditentukan oleh rumah sakit. Disana aku
mendapat penginapan rumah milik warga yang seadanya saja, dan aku pun
menerimanya.
Suatu malam hari, aku diminta mengunjungi pasien yang katanya sedang
sakit parah di rumahnya. Seperti biasa, aku mengunjunginya setelah aku
menutup praktek pada sekitar setengah sepuluh malam. Ternyata sakitnya
sebenarnya tidaklah parah bila ditinjau dari kacamata kedokteran, hanya
flu berat disertai kurang darah. Jadi dengan suntikan dan obat yang
biasa aku sediakan bagi mereka yang kesusahan memperoleh obat malam
malam, si ibu dapat di ringankan penyakitnya. Saat aku mau meninggalkan
rumah si ibu, ternyata tanggul di tepi sungai jebol, dan air bah
menerjang.
Hingga mobil kijang bututku serta merta terbenam sampai setinggi kurang
lebih 50 senti dan mematikan mesin yang sempat hidup sebentar. Air di
mana-mana, dan aku pun membantu keluarga si ibu untuk mengungsi ke atas.
Karena kebetulan rumah petaknya terdiri dari 2 lantai dan di lantai
atas ada kamar kecil satu-satunya tempat anak gadis si ibu tinggal.
Karena tidak ada kemungkinan untuk pulang, maka si Ibu menawarkan aku
untuk menginap sampai air surut.
Di kamar yang sempit itu, si ibu segera tertidur dengan pulasnya, dan
tinggallah aku berduaan dengan anak si ibu, yang ternyata dalam sinar
remang-remang, tampak manis sekali, maklum, umurnya aku perkirakan baru
sekitar awal dua puluhan. Pak dokter, maaf ya, kami tidak dapat
menyuguhkan apa apa, agaknya semua perabotan dapur terendam di bawah,
katanya dengan suara yang begitu merdu, sekalipun di luar terdengar
hamparan hujan masih mendayu dayu.
Oh, enggak apa-apa kok Dik, sahutku. Dan untuk melewati waktu, aku
banyak bertanya padanya, yang ternyata bernama Tante Mirna. Ternyata
Tante Mirna adalah janda tanpa anak, yang suaminya meninggal karena
kecelakaan di laut 2 tahun yang lalu. Karena hanya berdua saja dengan
ibunya yang sakit-sakitan, maka Tante Mirna tetap menjanda. Tante Mirna
sekarang bekerja pada pabrik konveksi pakaian anak-anak, namun
perusahaan tempatnya bekerja pun terkena dampak krisis ekonomi yang
berkepanjangan.
Saat aku melirik ke jam tanganku, ternyata jam telah menunjukkan
setengah dua dini hari, dan aku lihat Tante Mirna mulai
terkantuk-kantuk, maka aku sarankan dia untuk tidur saja, dan karena
sempitnya kamar ini, aku terpaksa duduk di samping Tante Mirna yang
mulai merebahkan diri. Tampak rambut Tante Mirna yang panjang terburai
di atas bantal. Dadanya yang membusung tampak bergerak naik turun dengan
teraturnya mengiringi nafasnya. Ketika Tante Mirna berbalik badan dalam
tidurnya, belahan bajunya agak tersingkap, sehingga dapat kulihat buah
dadanya yang montok dengan belahan yang sangat dalam.
Pinggangnya yang ramping lebih menonjolkan busungan buah dadanya yang
tampak sangat menantang. Aku coba merebahkan diri di sampingnya dan
ternyata Tante Mirna tetap lelap dalam tidurnya. Pikiranku menerawang,
teringat aku akan Wati, yang juga mempunyai buah dada montok, yang
pernah aku tiduri malam minggu yang lalu, saat aku melepaskan lelah di
panti pijat tradisional yang terdapat banyak di kawasan aku berpraktek.
Tapi Wati ternyata hanya nikmat di pandang, karena permainan seksnya
jauh di bawah harapanku. Waktu itu aku hampir-hampir tidak dapat pulang
berjalan tegak, karena burungku masih tetap keras dan mengacung setelah
selesai bergumul dengan Wati.Cerita Sex Janda hot
Maklum, aku tidak terpuaskan secara seksual, dan kini, telah seminggu
berlalu, dan aku masih memendam berahi di antara selangkanganku. Aku
mencoba meraba buah dada Tante Mirna yang begitu menantang, ternyata dia
tidak memakai beha di bawah bajunya. Teraba puting susunya yang mungil.
dan ketika aku mencoba melepaskan bajunya, ternyata dengan mudah dapat
kulakukan tanpa membuat Tante Mirna terbangun. Aku dekatkan bibirku ke
putingnya yang sebelah kanan, ternyata Tante Mirna tetap tertidur. Aku
mulai merasakan kemaluanku mulai membesar dan agak menegang, jadi aku
teruskan permainan bibirku ke puting susu Tante Mirna yang sebelah kiri,
dan aku mulai meremas buah dada Tante Mirna yang montok itu.
Terasa Tante Mirna bergerak di bawah himpitanku, dan tampak dia
terbangun, namun aku segera menyambar bibirnya, agar dia tidak menjerit.
Aku lumatkan bibirku ke bibirnya, sambil menjulurkan lidahku ke dalam
mulutnya. Terasa sekali Tante Mirna yang semula agak tegang, mulai
rileks, dan agaknya dia menikmati juga permainan bibir dan lidahku, yang
disertai dengan remasan gemas pada ke dua buah dadanya. Setalah aku
yakin Tante Mirna tidak akan berteriak, aku alihkan bibirku ke arah
bawah, sambil tanganku mencoba menyibakkan roknya agar tanganku dapat
meraba kulit pahanya.
Ternyata Tante Mirna sangat bekerja sama, dia gerakkan bokongnya
sehingga dengan mudah malah aku dapat menurunkan roknya sekaligus dengan
celana dalamnya, dan saat itu kilat di luar membuat sekilas tampak
pangkal paha Tante Mirna yang mulus, dengan bulu kemaluan yang tumbuh
lebat di antara pangkal pahanya itu. Kujulurkan lidahku, kususupi rambut
lebat yang tumbuh sampai di tepi bibir besar kemaluannya. Di tengah
atas, ternyata clitoris Tante Mirna sudah mulai mengeras, dan aku jilati
sepuas hatiku sampai terasa Tante Mirna agak menggerakkan bokongnya,
pasti dia menahan gejolak berahinya yang mulai terusik oleh jilatan
lidahku itu. Tante Mirna membiarkan aku bermain dengan bibirnya, dan
terasa tangannya mulai membuka kancing kemejaku, lalu melepaskan ikat
pinggangku dan mencoba melepaskan celanaku. Agaknya Tante Mirna mendapat
sedikit kesulitan karena celanaku terasa sempit karena kemaluanku yang
makin membesar dan makin menegang.
Sambil tetap menjilati kemaluannya, aku membantu Tante Mirna melepaskan
celana panjang dan celana dalamku sekaligus, sehingga kini kami telah
bertelanjang bulat, berbaring bersama di lantai kamar, sedangkan ibunya
masih nyenyak di atas tempat tidur. Mata Tante Mirna tampak agak
terbelalak saat dia memandang ke arah bawah perutku, yang penuh
ditumbuhi oleh rambut kemaluanku yang subur, dan Penisku yang telah
membesar penuh dan dalam keadaan tegang, menjulang dengan kepala
kemaluanku yang membesar pada ujungnya dan tampak merah berkilat.
Kutarik kepala Tante Mirna agar mendekat ke kemaluanku, dan kusodorkan
kepala kemaluanku ke arah bibirnya yang mungil. Ternyata Tante Mirna
tidak canggung membuka mulutnya dan mengulum kepala kemaluanku dengan
lembutnya. Tangan kanannya mengelus Penisku sedangkan tangan kirinya
meremas buah kemaluanku. Aku memajukan bokongku dan Penisku makin dalam
memasuki mulut Tante Mirna. Kedua tanganku sibuk meremas buah dadanya,
lalu bokongnya dan juga kemaluannya. Aku mainkan jariku di clitoris
Tante Mirna, yang membuatnya menggelinjang, saat aku rasakan kemaluan
Tante Mirna mulai membasah, aku tahu, saatnya sudah dekat.
Kulepaskan kemaluanku dari kuluman bibir Tante Mirna, dan kudorong
Tante Mirna hingga telentang. Rambut panjangnya kembali terburai di atas
bantal. Tante Mirna mulai sedikit merenggangkan kedua pahanya, sehingga
aku mudah menempatkan diri di atas badannya. Dengan dada menekan kedua
buah dadanya yang montok, dengan bibir yang melumat bibirnya, dan bagian
bawah tubuhku berada di antara kedua pahanya yang makin dilebarkan. Aku
turunkan bokongku, dan terasa kepala kemaluanku menyentuh bulu kemaluan
Tante Mirna.
Lalu aku geserkan agak ke bawah dan kini terasa kepala kemaluanku
berada diantara kedua bibir besarnya dan mulai menyentuh mulut
kemaluannya. Kemudian aku dorongkan Penisku perlahan-lahan menyusuri
liang sanggama Tante Mirna. Terasa agak seret majunya, Karena Tante
Mirna telah menjanda dua tahun, dan agaknya belum merasakan Penis
laki-laki sejak itu. Dengan sabar aku majukan terus Penisku sampai
akhirnya tertahan oleh dasar kemaluan Tante Mirna.Cerita Sex Pembantu
Ternyata Penisku cukup besar dan panjang bagi Tante Mirna, namun ini
hanya sebentar saja, karena segera terasa Tante Mirna mulai sedikit
menggerakkan bokongnya sehingga aku dapat mendorong Penisku sampai
habis. Menghunjam ke dalam Memek Tante Mirna. Aku membiarkan Penisku di
dalam Memek Tante Mirna sekitar 20 detik, baru setelah itu aku mulai
menariknya perlahan-lahan, sampai kira-kira setengahnya, lalu aku
dorongkan dengan lebih cepat sampai habis.
Gerakan bokongku ternyata membangkitkan berahi Tante Mirna yang juga
menimpali dengan gerakan bokongnya maju dan mundur, kadangkala ke arah
kiri dan kanan dan sesekali bergerak memutar, yang membuat kepala dan
Penisku terasa di remas-remas oleh Memek Tante Mirna yang makin
membasah. Tidak terasa, Tante Mirna terdengar mendasah dasah, terbaur
dengan dengusan nafasku yang ditimpali dengan hawa nafsu yang makin
membubung. Untuk kali pertama aku menyetubuhi Tante Mirna, aku belum
ingin melakukan gaya yang barangkali akan membuatnya kaget.
Baca Juga Cerita Seks Menantu sexy
Jadi aku teruskan gerakan bokongku mengikuti irama bersetubuh yang
tradisional, namun ini juga membuahkan hasil kenikmatan yang amat
sangat. Sekitar 40 menit kemudian, disertai dengan jeritan kecil Tante
Mirna. Aku hunjamkan seluruh Penisku dalam dalam, kutekan dasar kemaluan
Tante Mirna dan seketika kemudian, terasa kepala kemaluanku
menggangguk-angguk di dalam kesempitan Memek Tante Mirna dan memancarkan
air maniku yang telah tertahan lebih dari satu minggu.
Terasa badan Tante Mirna melamas, dan aku biarkan berat badanku
tergolek di atas buah dadanya yang montok. Penisku mulai melemas, namun
masih cukup besar, dan kubiarkan tergoler dalam jepitan Memeknya. Terasa
ada cairan hangat mengalir membasahi pangkal pahaku. Sambil memeluk
tubuh Tante Mirna yang berkeringat, aku bisikan ke telinganya, Tante
Mirna, terima kasih, terima kasih.
Home » cerita sex »
janda »
masturbasi »
tante girang »
terbaru
» Perawan memang menawan tapi Janda lebih Menggoda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Perawan memang menawan tapi Janda lebih Menggoda"
Posting Komentar